Waktu sholat Jumat tadi barusan, orang
yang duduk pas di sebelah saya menguap terus pas khatib mulai naik
mimbar untuk berkhotbah. Nda perlu menunggu lama setelah itu, anak muda
itu langsung tidur pulas dengan posisi duduk bersila. Padahal perasaan
tadi yang khotbah bukan Romi Rafael…
Ini bukan pemandangan yang unik. Saya
sudah ketemu orang tertidur di waktu khotbah sejak pertama kali Bapak
saya menggandeng tangan saya yang kecil menuju masjid untuk sholat
Jumat. Yang bikin jadi unik adalah karena dia tepat berada di sebelah
saya dan saya mengikuti semua prosesinya mulai dari proses menguap,
proses memejamkan mata, proses tangan mulai menopang kepala, proses
tidur yang nikmat dengan mulut sedikit terbuka sampai proses terakhir
waktu saya menepuk bahunya supaya dia cepat sadarkan diri karena sholat
sudah mau dimulai.
Tidurnya total abiiiis!
Lalu yang jadi pertanyaan:
Ini tidak cuma terjadi di masjid dekat rumah saya saja kan?
Fenomena ini sudah kamu temui sejak kamu kecil kan?
Dan apa kamu yakin kalo jumatan minggu depan pasti tetap ada jemaah yang tidur pas waktu khotbah?
Kalo kamu menjawab ketiga pertanyaan di atas dengan YA. Maka jelaslah ada yang SALAH.
Sebelumnya tolong jangan lupa bahwa
saya ini blogger, bukan ahli agama. Saya cuma satu dari jutaan umat
Islam yang berjalan mengikuti para ulama. Sekali lagi ini sekedar opini
dan usulan saya untuk para ulama dan calon ulama yang saya cintai,
supaya umat kita menjadi lebih kuat dan tidak tidur ketika khotbah. Jadi
kalo ada yang kesinggung atau marah dengan pendapat saya nanti, silakan
berwudhu dan sholat dua rakaat supaya marahnya hilang. Okeh? Piss yo!
Oke sekarang saya perlu sedikit serius…
Mari kita berangkat dari hal mendasar
bahwa tidak ada satu helai daun pun yang lepas dari dahannya dan
terjatuh ke bumi tanpa sepengetahuan dan sepersetujuan Allah. Begitu
juga dengan hadirnya orang-orang yang mengantuk dan tertidur pada saat
khotbah jumat itu, mereka ada di sana dan tertidur atas sepengetahuan
dan sepersetujuan Allah. Dengan kata lain Allah mengizinkan mereka
tertidur ketika khotbah sedang disampaikan. Mengapa Allah mengizinkan
mereka tidur? Saya yakin itu adalah pertanda langsung dari-Nya bahwa
benar-benar ada yang TERLUPAKAN dalam proses penyampaian khotbah jumat!
Nulis artikel ini saya ngetik pake
tangan dan berpikir pake otak. Dua organ itu semua pemberian Allah. Dan
kolaborasi antara dua organ itu menuliskan pendapat saya bahwa para ulama kita kurang tanggap menghadapi kerasnya zaman.
Para ulama kita sudah ada dalam taraf keimanan yang terlalu tinggiiii
sekali jadinya susah lagi turun ke bawah untuk sekedar merasakan dan
membantu umatnya yang sedang bersusah payah menghadapi masalah-masalah
keimanan yang mungkin sepele saja menurut para ulama tadi.
Sebut saja misalnya persoalan video
porno. Untuk para ulama kita yang hidup tenang dalam kedamaian Islam dan
kenikmatan akidah yang dalam, jangankan ketemu sama DVD-nya, kata-kata
‘video porno’ atau ‘bokep’ saja tidak pernah mereka dengar dalam
lingkungan kesehariannya. Bandingkan dengan beberapa dari kita-kita ini
yang harus berjuang keras dengan iman yang pas-pasan untuk nolak tawaran
teman yang mau meminjamkan DVD porno ke kita. Beda sekali. Dua kutub
yang sangat jauh terpisah. Dalam hal ini para ulama harus turun dan
melihat kondisi umatnya di zaman super edan ini.
Narkoba, prostitusi yang legal,
pergaulan bebas, situs porno di internet dan sebagainya itu semualah
musuh-musuh kita dalam peperangan memperjuangkan eksistensi keimanan
ummat. Ini benar-benar bisa disimbolkan sebagai perang yang besar antara
kita umat Islam melawan zaman yang edan tenan. Para khatib saya
ibaratkan sebagai panglima-panglima perang yang bertugas memberi kita
instruksi bagaimana teknik bertempur yang benar supaya kita bisa
memenangkan pertempuran. Sayangnya, para panglima itu dari tahun ke
tahun tetap berkata, “Marilah kita berperang dengan penuh semangat..
Jangan pernah menyerah..”
Itu mah anak kecil juga tau kallleeee, Om!
Makin lama perang melawan zaman edan
makin memakan banyak korban. Dan bisa jadi korban berikutnya adalah
anak-anak kita tercinta. Ini tanggung jawab para ulama untuk membekali
kita dengan senjata perang yang memadai. Para ulama mestinya lebih KREATIF mencari solusi bagaimana supaya khotbah menjadi menarik bagi umatnya. Jangan terus menerus berkata, “Marilah kita menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya,” karena zaman edan sudah terlalu tangguh untuk dilawan hanya dengan kalimat klasik itu!
Saya sudah dengar kalimat khas khotbah
Jumat di atas sejak saya kecil. Waktu terus bergulir, puluhan tahun
berlalu dan para khatib masih mengucapkan kalimat yang sama. Seolah-olah
mereka datang ke masjid dengan menumpang mesin waktu. Datang dari tahun
1986. Wets, jadul yak!
Kita ini butuh sesuatu yang bersifat wejangan teknis.
Misalnya para khatib kita membahas tentang bagaimana cara mengupayakan
agar televisi di rumah tidak merusak moral anak kita. Apa kira-kira yang
harus dilakukan orang tua ketika anaknya terlalu sering main-main ke
warnet atau game center. Kemudian coba menghubungkan masalah-masalah
kita sehari-hari itu dengan Al Quran dan Hadist, dua pegangan kita yang
tak pernah usang dimakan waktu. Beres kan? Cuma dibutuhkan sedikit KREATIVITAS untuk membuat khotbah Jumat benar-benar menjadi KEBUTUHAN ummat, bukan sekedar pengantar sebelum sholat didirikan.
Kalo dirasa solusi saya tentang
tema-tema khotbah Jumat di atas dirasa belum cukup, maka berikut ini
beberapa solusi lain yang bisa saya berikan. Karena saya tidak suka
mengkritik tanpa solusi.
1. Tolong pakelah alat bantu yang lebih canggih
Saya bukan mau berhadapan dengan pihak-pihak tertentu, tapi menurut saya sudah jamannya sekarang khotbah Jumat menggunakan laptop dan proyektor.
Dengan alat bantu teknologi seperti itu bisa dipastikan jemaah bisa
dibantu dalam memahami apa yang disampaikan. Dengan bantuan gambar atau
potongan film Islami untuk indera penglihatan jemaaah, saya yakin materi
khotbah akan lebih efisien dan mengena. Angka ketiduran jemaah di saat
khotbah saya rasa bisa ditekan dengan khotbah yang lebih visual.
Beberapa orang mungkin akan bilang, “Heh, ngomong apa kamu ini? Mau ngapain pake proyektor segala di masjid?”
Saya cuma bisa menjawab, “Kalo memang
khotbah tidak butuh alat bantu seperti proyektor, silakan adzan dan
khotbah tanpa dibantu microphone, speaker dan seperangkat alat
equalizer. Mau nda kamu?”
2. Upgrade Pengetahuan Para Khatib
Tentu saja bukan ilmu agama para khatib
yang saya usulkan untuk di-upgrade, tapi upgrade pengetahuan mereka
tentang fenomena budaya, sosial dan teknologi yang sedang terjadi di
masyarakat. Para khatib harus sering nonton televisi dan melihat
bagaimana acara-acara reality show yang pukul-pukulan setiap sore
ditonton anak-anak di bawah umur. Para khatib harus sering jalan ke
warnet melihat anak-anak remaja yang menonton aurat perempuan lewat
situs porno. Para khatib harus mengamati pola kehidupan masyarakat
sekarang yang suka dugem dan minum minuman keras. Kemudian para khatib
itu MEMBERIKAN SOLUSI kepada ummat bagaimana mengatasi semua godaan-godaan itu beserta apa saja hukuman yang bakal ditanggung di akhirat kelak.
Apabila khatib tidak meng-upgrade pengetahuan mereka tentang fenomena-fenomena terkini, maka jangan heran bila anak
muda sekarang tidak merasa memiliki agamanya karena mereka tidak
mendapat solusi dari masalah-masalah mereka melalui ceramah agama.
Hal-hal yang berkaitan dengan
hukum-hukum tentang video porno, situs porno atau fenomena dugem memang
tidak tertera secara persis dan eksplisit dalam Al Quran dan Hadist.
Tugas para ulama untuk menjembatani antara kondisi yang ada dengan
hukum-hukum dasar Islam yang fleksibel untuk segala zaman.
3. Perkenalkan para calon ulama dengan kehidupan yang kacau sekarang ini
Santri-santri di pesantren itu kan
calon-calon ulama di masa depan. Tapi kata sepupu saya yang dulu sempat
mengeyam pendidikan di pesantren (ini beneran lho ya, bukan tokoh
fiktif. Nama sepupu saya itu si Ical), dia pernah cerita tentang
kegiatan dia di pesantren dan menurut saya kegiatan mereka sehari-hari
juga kurang diperkenalkan dengan dunia yang bakal mereka hadapi nanti.
Sebagai contoh, menurut sepupu saya
tadi, Si Ical, mereka diperbolehkan menonton televisi hanya pada saat
tertentu itupun cuma boleh acara berita. Bagaimana kita bisa berharap
ulama kita di masa depan mau memberantas tontonan-tontonan televisi yang
tidak bermoral kalo mereka nda pernah diperlihatkan dan disadarkan
dengan tontonan yang ‘aje gile’?
Santri-santri itu juga kurang
diperkenalkan langsung dengan potensi buruk internet. Kurang
diperlihatkan semudah apa seseorang bisa mengakses informasi apapun
termasuk aurat wanita. Mengapa santri-santri kita tidak diajari
teknologi terbaru berupa aplikasi dan software untuk memblokir situs
porno di jaringan internet rumahan? Kan canggih tuh. Dan saya rasa
banyak kok orang-orang jago IT di Indonesia selain Roy Suryo (melulu)
yang bisa ngajar teknik-teknik blokir situs porno. Sebut saja misalnya
Boy Suryo, Toy Suryo bahkan Coy Suryo. Oke, Coy?
Mungkin saat ini saya belum bisa memberi
segudang solusi, tapi masih lebih baik daripada tidak ada solusi sama
sekali. Saya sih cuma bisa berharap tulisan ini bisa sampai kepada
pihak-pihak yang terkait yang kemudian akan mempertimbangkan esensi dari
tulisan saya ini tanpa disertai pikiran negatif.
Kita tidak pantas berharap kejayaan
Islam berikutnya akan segera datang menghampiri kita selama fenomena
jemaah yang tidur waktu khotbah kita diamkan dan kita anggap hal yang
biasa saja.
Saya adalah satu dari jutaan ummat Islam. Dan inilah saya bersuara.
Bagaimana dengan suara kamu, saudaraku?
UPDATE:
Setelah
beberapa bulan, artikel saya ini menuai begitu banyak komentar dari
segenap saudara seiman dari seluruh Indonesia. Ada yang pro dan ada yang
kontra. Ada yang menyampaikan komentar dengan baik dan ada pula yang
tidak. Tapi yang namanya sebuah ide/masukan pastinya tidak bisa membuat
semua pihak setuju. Dan untuk semua komentar yang masuk saya ucapkan
banyak terima kasih atas respon terhadap ide saya.
Saya mau
mengucap terima kasih juga kepada saudara Slamet Sutrisno dan Sugeng
yang sudah memperingatkan kepada saya bahwa kalimat “Marilah kita
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya,” adalah bagian dari
rukun khotbah Jumat. Saya khilaf dan lupa dengan hal itu dan saya
berterima kasih sudah diingatkan. Alhamdulillah masih ada yang mau
mengingatkan saya. Thanks ya, bro!
Saya tidak
tau kenapa, tapi kok saya sangat-sangat percaya bahwa khotbah
menggunakan proyektor sebagai alat bantu itu akan sangat berguna dalam
penyampaian khotbah Jumat. Mungkin karena keterbatasan saya dalam
menulis sehingga kurang mampu mentransfer imajinasi dan visi saya ke
dalam imajinasi para pembaca artikel saya. Simpelnya, saya membayangkan
duduk bersila di masjid mendengarkan khotbah, terus saya membayangkan
khatib memperlihatkan gambar tata surya kita lewat proyektor. Saya bisa
meliat betapa luasnya angkasa raya ciptaan Allah dan saya takjub melihat
gambar itu. Dibandingkan dengan hanya mendengar kalimat “Langit, bumi
dan seluruh jagat raya ini adalah ciptaan Allah!”. Yang ingin saya
sampaikan di sini bahwa apabila unsur audio (suara sang khatib)
dipadukan dengan unsur visual (penglihatan) maka akan sangat dahsyat
untuk menggugah perasaan jamaah.
Mungkin
bagi sebagian orang ide saya ini kurang berkenan. Tapi saya tetap yakin
bahwa ide ini bisa membuat khotbah Jumat lebih ‘menarik perhatian’
jemaah. Saya berbicara mewakili zaman di mana saya hidup.
Saya
mengenal Rasulullah dalam berbagai literatur baik lewat Al Quran,
sabda-sabda beliau dalam Hadist, maupun lewat buku-buku yang
menceritakan kisah hidup Rasulullah. Setau saya, beliau tidak selalu
mempermasalahkan tentang RUKUN. Beliau sangat fleksibel. Islam itu
fleksibel. Cuma masalahnya ketika Islam harus dicerna oleh
manusia-manusia dengan budaya seremonial yang kental, maka rukun-rukun
itu kemudian menjadi hukum yang tidak boleh diusik walaupun demi
kebaikan.
Setau saya Rasulullah memperbolehkan
kita melakukan bid’ah hasanah sepanjang hal itu tidak menentang syariah.
Kalo boleh saya kutip hadist yang diriwayatkan oleh Shahih Muslim
hadist no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah,
Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn, sabda beliau: “Barangsiapa
membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan
pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari
pahalanya, dan barangsiapa membuat-buat hal baru yg buruk dalam islam,
maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya dan tak dikurangkan
sedikitpun dari dosanya”. Jadi jelas bahwa kita bisa melakukan bid’ah hasanah karena kita punya otak yang dianugerahkan Allah pada kita.
Islam bukan cuma seumur kita, Islam akan
ada selamanya 100 bahkan ribuan tahun lagi! Bila kita tidak mengikuti
perkembangan zaman di mana kita hidup, suatu hari nanti anak cucu kita
akan kesulitan bertahan dalam keimanan karena tidak sanggup melawan
hantaman zaman. Untuk itu kita perlu menggunakan otak yang dianugerahkan
pada kita untuk melihat kondisi zaman di mana kita hidup dan mencari
solusi untuk hal ini.Dan silakan baca hadist di atas. Rasulullah tidak
melarang kita untuk membuat hal baru yang membawa dampak baik bagi
Islam!
Yang saya tulis di artikel saya memang
termasuk bid’ah. Dan saya tidak keberatan orang-orang sibuk pro dan
kontra. Asal jangan kelamaan debatnya. Orang-orang barat sana
memborbardir kita dengan budaya edan dan kita masih sibuk berdebat soal
proyektor di saat anak-anak kita asik nonton MTV!
Saya tidak
membela diri atau sedang berusaha mempertahankan ide saya. Lagian 90%
dari komentar yang masuk malah mendukung ide saya. Saya cuma menulis
tambahan untuk artikel di atas untuk memperjelas maksud saya. Kalo
misalnya masih ada yang tidak suka ya terserahlah. Toh otak kita
sama-sama buatan Allah, kan? Dan otak anda adalah otak anda, saya tidak
punya hak memaksa anda untuk menggunakan otak anda. Mau dipake atau
tidak dipake kan terserah anda. Ya nggak?
Sebagai
bukti, beberapa komentar yang masuk mengatakan bahwa di masjid kampus
Universitas Indonesia (UI), proyektor sudah digunakan sebagai alat bantu
dalam khotbah. Dan saya yakin, anda tidak harus menjadi manusia
secerdas saudara-saudara kita di UI hanya untuk menyadari bahwa alat
bantu proyektor itu benar-benar berguna!
Btw, saya
percaya dan yakin seyakin-yakinnya Rasulullah tidak bakal mencaci maki
saya karena punya ide seperti ini. Beliau itu bijaksana. Dan terutama
lagi: beliau itu cerdas! Saya tidak bilang yang mencaci maki saya itu
orang-orang bodoh lho ya…
Suatu hari nanti, khotbah di masjid akan
menggunakan proyektor sebagai alat bantu. Saya tidak tau kapan.
Mungkin 10, 50 atau bahkan ribuan tahun lagi. Tapi saya yakin, hari itu
akan datang! Sama halnya dengan microphone dan speaker yang sudah
hadir di masjid sejak seabad yang lalu. Saya yakin itu.
Saya yakin sekali.
Oke deh
sekarang sudah larut malam, waktunya istrahat. Sekali lagi saya mau
berterima kasih untuk semua komentar yang masuk. Mohon dimaafkan bila
beberapa kali saya agak ‘panas’ dalam menanggapi komentar yang ada.
Bukan maksud untuk mencari lawan, tapi sekedar memamerkan kekurangan
saya sebagai manusia biasa.
Salam hangat buat anda semuanya.
Mudah-mudahan Allah memperlihatkan jalan yang terbaik untuk meningkatkan
kualitas khotbah Jumat di negara kita.
Amin…